SELISIK MAKNA PAMALI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT SUKU KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA MELALUI KAJIAN SEMIOTIKA SOSIAL HALLIDAY
Abstract
Ungkapan tradisional yang sering digunakan oleh masyarakat yaitu ungkapan pamali. Pamali berarti ungkapan-ungkapan yang mengandung semacam larangan atau pantangan untuk dilakukan. Salah satu daerah yang masih memegang teguh adat dan tradisinya, termasuk ungkapan pamali adalah Kajang. Pamali mengandung pesan sehingga harus benar-benar dipahami maknanya agar tidak terjadi kesalahan persepsi. Penelitian ini bertujuan untuk memahami makna yang terkandung dalam pamali masyarakat Kajang, khususnya Kawasan adat. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian semiotika sosial Halliday dengan menggunakan metode kualitatif. Data yang dianalisis adalah data lisan berupa pamali yang diperoleh melalui wawancara terhadap tokoh-tokoh masyarakat yang berstatus sebagai informan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pamali masyarakat kawasan adat merupakan suatu tanda simbol yang bermakna. Pamali menjadi bagian dari kekayaan pengungkapan kepercayaan masyarakat Kajang. Sekalipun telah mengalami banyak pergeseran, namun kekhawatiran masyarakatnya yang tidak ingin mencederai kesakralan kawasan adat Kajang menjadikan pamali tetap ada dan memiliki kedudukan yang tinggi bagi masyarakat Kajang. Beberapa pamali yang masih diyakini oleh ketua adat atau ammatoa yaitu kasimpalli a’baju balla nu bahanna battu ri batu eja (pamali membuat rumah dengan bahan bakunya adalah batu bata, kasimpalli ammake panggalasa bangkeng (pamali menggunakan alas kaki), kasimpalli ammake baju eja (pamali menggunakan baju merah), kasimpalli anggalle parring ri borong ada’a (pamali mengambil rotan di hutan adat), kasimpalli anggalle gambarana i ammatoa na bahinenna (pamali mengambil gambar sang ammatoa beserta istrinya), kasimpalli a’gesere dapuru ri bokoang (pamali menggeser dapur ke belakang), kasimpalli nu makkala na lohe bicaranna burunnena tu disala ia mate ri bahinenna pakonjo todo bagi bahine tu disala ia ri burunena (pamali tertawa dan banyak bicara bagi suami yang ditinggal oleh istrinya (meninggal) begitu pun dengan istri yang ditinggal oleh suaminya). Jika memakai perspektif budaya dalam konsep pelestarian, kepercayaan terhadap pamali dipandang sebagai langkah untuk terus mempertahankan tradisi lisan yang turun-temurun diwariskan oleh generasi sebelumnya.
Kata Kunci: Kajang, Pamali, Semiotika
Full Text:
PDFReferences
Gunawan, I. (2013). Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Jamalie, Z. & Juhriyansyah, D. (2013). Pamali sebagai Nilai Tradisional Pencitraan Publik Figur Masyarakat Banjar. Insititut Agama Islam Negeri Antasari.
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Uniawati. (2014). Perahu dalam Pamali Orang Bajo: Tinjauan Semiotika Sosial Halliday. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 20 (4).
Widiastuti, H. (2015). Pamali dalam Kehidupan Masyarakat Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan (Kajian Semiotik dan Etnopedagogi). Lokabasa, 6 (1).
DOI: https://doi.org/10.26618/jp.v5i2.1697
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2018 PENA : JURNAL PENELITIAN DAN PENALARAN
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License. View My Stats