MEMOTRET ‘GELIAT’ HUKUM ISLAM DI INDONESIA: SEBUAH PERTARUNGAN KONSTITUSIONAL

Anwar Sadat

Abstract


Abstrak

Pada saat para pendiri Negara ini akan memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, muncul keberatan dari penduduk bagian timur Indonesia yang kebanyakan non-Muslim. Mereka khawatir bila Piagam Jakarta dijadikan dasar Negara maka mereka yang non Muslim akan termarjinalisasikan dan akan menjadi warga Negara kelas dua. Mereka mengancam akan keluar dari Indonesia bila hal itu dipaksakan. Untuk itu melalui tindakan yang bijak, para pendiri Negara setuju agar sila pertama dalam Piagam Jakarta yang menyatakan Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama ditambah  dengan empat sila yang lain yang dikenal dengan sebutan Pancasila kemudian dijadikan  sebagai dasar Negara. Kompromi seperti menjadikan Indonesia tidak murni menjadi Negara sekuler tapi juga tidak menjadi Negara Islam. Indonesia kemudian memperkanalkan dirinya sebagai Negara Pancasila.  Dalam Negara Pancasila semua pemeluk agama ditempatkan dalam posisi yang sama. Semua warga berhak menjalankan agamanya dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

Akan tetapi keputusan yang ‘bijak’ ini tidak menjadikan semua umat Islam merasa lega dan puas. Sebagian umat Islam masih menginginkan dan terus memperjuangkan agar Piagam Jakarta atau lebih tepatnya tujuh kata dalam Piagam Jakarta masuk dalam konstitusi. Sebab dengan masuknya tujuh kata dalam Piagam Jakarta maka Indonesia dengan sendirinya, dilihat dari konstitusinya, telah menjadi Negara Islam.

Kata kunci: rule of law, activist, tyranny majority, qonunisasi, common law, continental law,  


Full Text:

PDF

References


Al-Syatibi, al-muwafaqat, jilid 2,Bairut, Dar al-Fikr,hlm 4,5

Aguswandi, ‘Say no to conservative Islam’, dalam The Jakarta Post, August 30,2006

Abou El-fadl , Khaled, misalnya mengatakan: From a doctrinal and, perhaps, dogmatic perspective, God’s will is represented primarily by the ruler and jurists who are considered God’s special agents on the earth. While Muslim in general, arguably, are God’s viceroys on this earth (khulafa fi al-ard) it is rulers and jurists who traditionally.

Asbeek Brusse Wendy, dan Jan Schoonebom, ‘ Islamic Activism and Democratization’ dalam ISIM ( International institute for the study of Islam in the modern world) REVIEW 18, 2006

Basya . M. Hilaly, Radicalism and Authoritarianism , The Jakarta Post, Jan.30,2006

C.Van Dijjk, RebellionUnder The Banner of Islam (The Darul Islam in Indonesia) , diterjemahkan : Darul Islam ; Sebuah Pemberontakan, Jakarta, Grafiti Press, 1987.

Dahrendor, Ralf, “Is secularism coming to an end?” , The Jakarta Post,November 15,2006

Djiwandono , J.Soedjati, Misinterpreted democracymay lead to tyranny, The Jakarta Post, Oct.6,2006

Honoris , Charles, “Democracy at the crossroads in Indonesia after 61 years” dalam The Jakarta Post,September 15,2006

M.Adhiatera,’Interfaith dialog : Agre to disagree’ dalam The Jakarta Post, Mei 2,2006.

Nurrohman, “ Syari’at Islam, Negara Islam dan Transformasi Hukum Islam”, Forum Studi Asy-Syari’ah; Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial, volume 25, Nomor 2, Juli-Desember 2002.

have enjoyed the power to speak for the divine law. Lihat Rebellion and Violence in Islamic law.

Rahman, Fazlur, “Islam challenges and opportunies” dalam Alford T.Welch and Piere Cachia,(ed.), Islam: Past Influence and Present Challenge, Edinbrugh: Edinbrugh University Press, 1979,.

Pasal 1 ayat 1 Kanun Azasy (konstitusi) Negara Islam Indonesia berbunyi : Negara Islam Indonesia adalah Negara Karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada bangsa Indonesia. Pasal 1 ayat 3 berbunyi : Negara menjamin berlakunya Syari’at Islam didalam kalangan kaum Muslimin. Lihat:hlm.B.J.Bolan, Pergumulan Islam di Indonesia. Jakarta, Grafiti Pers , 1985,

Maftuhin, Arif ’The secularization of Islamic law, The Jakarta Post, June 22,2006


Refbacks

  • There are currently no refbacks.